Bukan Buku Agama Tapi Bukunya Kang Maman

Views

Pandemi Covid 19 masih berlangsung kebijakan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) masih diberlakukan. Memang suka tidak suka aktivitas kita dibatasi
hanya dari dan di rumah saja. Sebaiknya dan sebijaknya kita saat ini melakukan
apa yang dihimbau sebisa mungkin, terkecuali yang tidak bisa, melakukan
protokol ketat ketika keluar masuk rumah dan berinteraksi dengan sesama dengan
terbatas dan seminim mungkin.



 



Pastinya yang dirumah juga tidak kalah bosan dan suntuk berkegiatan,
selesai menyelesaikan tugas kantor (ditingkahi anak-anak yang mau ikutan
membantu) masih harus melakukan pekerjaan lainnya, seputaran rumah selama
seminggu pertama tidak menjadi masalah berat. Masuk minggu ke tiga dan ke
empat, baru kejenuhan melanda, baik anak yang bosan hanya berinteraksi melalui
dunia maya, permainan yang itu-itu saja dan sebagainya.



 



Memang sebagai oran tua dituntut lebih kreatifitas lagi memutar otak agar
anak dan anggota keluarga lainnya tetap kerasan dirumah.



 



Cara Saya Keluar Dari Kebosanan Dengan Membaca Buku.



Buku sejatinya adalah teman yang setia selain kopi, dan dengan membaca buku
membuat saya lebih mengenal dengan penulisnya (ini saya jadikan sebagai ajang
berkenalan tapi tidak bertatap muka), mengenal gaya bahasa yang disampaikan
ataupun pemikiran, ide dan hal lainnya dari si penulis tadi.



 



Seperti beberapa saat lalu, saya mencoba menikmati rangkuman filosofi para
blogger senior yang dituangkan dalam buku Secangkir Kopi untuk Blogger.
Sederhana pesan yang coba disampaikan para blogger senior, ide dan pemikiran
yang coba mereka bagikan saya rangkuman dalam 
“Kumpulan Kisah Blogger Yang
Dirangkum Senikmat Secangkir Kopi.”



 



Selesai itu dari Kumpulan kisa blogger, tidak terasa waktu luang masih
banyak. Demi melihat media sosial yang infonya kerap itu-itu saja. Membaca buku
berikutnya adalah pilihan menarik, Kang Maman, salah satu buku yang ada
ditangan ini adalah buku pertama beliau saya baca. Saya sendiri kenal beliau
sebagai notulen disebuah acara komedi beberapa waktu lalu.



 



Lihat dari buku ini, Bukan Buku Agama Bukan Buku Resep Masakan, saya
menjadi tercerahkan, pikiran seakan menjadi segar kembali. Kang Maman mengajak
saya diawal bukunya untuk berkenalan dengan filosofi Kopi. Kopi itu sungguh
teramat jujur, ia tak suka tampil manis apalagi berpura-pura manis. 
Halaman 15. 



 



Demi membaca bagian ini saya
jadi teringat akan sebuah buku tentang Filosofi Kopi lainnya.  Filosofi Kopinya Dee (Dewi Lestari) saya
ingat kala itu pesan moral yang Dee bagikan “jika kamu inginnya (butuh)
satu jangan pernah ambil dua, satu bagimu itu mencukupkan tetapi dua bagimu
membinasakan."



 



Dibagian lain bukunya Kang Maman saya juga diajarkan bahwa “Negeri ini
diperjuangkan dengan nyawa, darah dan air mata dipertahankan dengan peluh
keringat dan otak bukan semata jualan hestek  apalagi kebrengsekan.”
Halaman 36. Ingat bukan jualan hestek ya apalagi kebrengsekan.  Ini sepertinya Kang Maman coba melihat
fenomena ramainya hestek yang mampu menarik perhatian orang dan rela berdebat
habis-habisan didalamnya.  Lalin lagi ia
juga berujar “Karena lovers haters hidup dan karena haters lovers hidup.” Halaman
 37


SELENGKAPNYA

Comments

Signin Signup