Aku ingin mati saja

Views

Aku ingin mati saja
"Aku lelah, aku sudah capek".... demikian ia berujar.

Saya sendiri sempat shock dibuatnya. Adik paling kecil di keluarga kami di vonis menderita penyakit yang bukan main-main. Perlu penanganan dari dokter khusus hingga mendapatkan fasilitas perawatan khusus. 

"Aku ingin mati saja", kalimat itu yang ia ulang ulang pagi itu dihadapan bapak, ibu dan istrinya. 

Sementara saya pagi itu harus tetap hadir dikantor, hanya mendengar cerita dari istrinya.
Pertanyaan saya kala itu cuma satu, bagaimana kualitas asupan makanannya? Masih mau untuk makan, meskipun sebagian dimuntahkan lagi. Susu juga tetap mau dikonsumsi. Ok. Berarti niat untuk makan masih ada dan terjaga, demikian kesimpulan saya sementara.

Sore menjelang malam.
Saya sempatkan untuk menengoknya sore itu, secara seharian Jakarta diguyur hujan dan genangan ada dimana-mana. Kondisi fisik yang turun naik akibat pergantian cuaca, sempat menyurutkam niatan untuk menengok ditambah istri dan anak dalam kondisi tidak fit juga.

Ya sudah, saya hidupkan matte brown dan saya pacu sekenanya, 30 menit kemudian sampai.

Situasi drama tadi pagi sudah berlalu, keadaan sudah jauh lebih stabil. Terlihat dari penampakkannya, tapi si adik masih sering termenung sendiri.

Saya tanya kabar sekenanya. Terlihat lebih kepada basa-basi. Sembari langsung menanyakan bagaimana kejadian tadi pagi.

Ia pun berujar, bukan ia tidak mau makan sebenarnya, tapi dari dalam perutnya yang menolak. Rasa mual yang berasal dari dalam mendorong hingga ke rongga dada. Membuat apapun yang masuk terus keluar. Belum lagi ditingkahi rasa panas yang melanda tubuhnya seperti terbakar. Sakit...sakit semuanya, saya capek dan mau mati saja. 

Ia sendiri pun mengakui lebih kepada pikiran negatif yang melintas kala itu. Ia jengkel dengan keadaannya bahkan jengkel kepada Tuhan. Kenapa kok ga sembuh-sembuh sakit saya, katanya sebentar, katanya hadiah Natal katanya....katanya.

Saya pun membiarkan dirinya "nyerocos" terus membiarkan semua perasaannya mengalir keluar agar lega hatinya. Sampai ia berujar, apalagi yang harus saya lakukan, bagaimana menurut kam? Sementara semua orang hanya dapat berkata "sabar ya", "tetap semangat". 

Saya sendiri sempat terdiam beberapa saat sebelum menjawabnya. Karena harus saya akui saya belum memiliki pengalaman serupa.

Jadi diawal jawaban saya, harus saya garis bawahi yang saya sampaikan adalah sekedar teori saja. Sama seperti orang-orang yang datang menjenguk dan mengucapkan template serupa, sabar, semangat.

Dalam kondisi sakit, wajar pikiran melayang jauh ga jelas arah dan tujuannya. Lah kadang orang yang sehat saja masih dapat melayang-layang pikirannya ga tentu arahnya. 

Perihal marah kepada Tuhan, saya hanya dapat kembali mafhum dengan keadaannya. Mungkin Tuhan sendiri pun akan paham dengan kemarahannya. Ya saya juga tidak menyalahkan ia untuk marah kepada Tuhannya. Tetapi pesan saya, lepas marah ya mohon ampun kepada Tuhan lah. 

Lalu mengenai putus asanya yang menyatakan ingin mati saja. Memang ini hanya selintas saja terlewat di pikirannya kala bimbang mendera dan sakit menjalar seluruh tubuhnya. 



Comments

Signin Signup